14 November 2020

KITAB FARAIDL DAN WASIAT / WARISAN (Ahli Waris Laki-laki dan Perempuan, Orang Yang Pasti Mendapatkan Warisan, Yang Tidak Bisa Mewaris, Waris Ashabah)

 KITAB FARAIDL DAN WASIAT

Lafadz “al fara’id” adalah bentuk kalimat jama’ dari lafardz “faridlah” dengan menggunakan makna faladz “mafrudlah” yang diambil dari bentuk kalimat masdar “al fardl” dengan menggunakan makna bagian pasti.وَالْفَرَائِضُ جَمْعُ فَرِيْضَة ٍبِمَعْنَى مَفْرُوْضَةٍ مِنَ الْفَرْضِ بِمَعْنَى التَّقْدِيْرِ
Al faridlah secara syara’ adalah nama bagian pasti bagi orang yang menghakinya.وَالْفَرِيْضَةُ شَرْعًا اسْمُ نَصِيْبٍ مُقَدَّرٍ لِمُسْتَحِقِّهِ
Lafadz “al washaya” adalah bentuk kalimat jama’ lafadz “washiyyah” dari kata-kata “aku menyambung sesuatu dengan sesuatu yang lain ketika aku menyambungnya dengan sesuatu yang lain tersebut”.وَالْوَصَايَا جَمْعُ وَصِيَّةٍ مِنْ وَصَّيْتُ الشَّيْئَ بِالشَّيْئِ إِذَا وَصَلْتُهُ بِهِ
Wasiat secara syara’ adalah bersedekah sunnah dengan suatu hak yang disandarkan pada masa setelah meninggal dunia.وَالْوَصِيَّةُ شَرْعًا تَبَرُّعٌ بِحَقٍّ مُضَافٌ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ.

Golongan Ahli Waris Laki-Laki

Golongan ahli waris dari pihak laki-laki yang disepati berhak menerima warisan ada sepuluh orang secara ringkas, dan lima belas orang secara terperinci.(وَالْوَارِثُوْنَ مِنَ الرِّجَالِ) الْمُجْمَعِ عَلَى إِرْثِهِمْ (عَشْرَةٌ) بِالْاِخْتِصَارِ وَبِالْبَسْطِ خَمْسَةَ عَشَرَ
Mushannif menyebutkan sepuluh orang tersebut dengan perkataan beliau, “yaitu anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki terus hingga ke bawah, ayah, kakek hingga terus ke atas, saudara laki-laki, putra dari saudara laki-laki walaupun agak jauh, paman dari ayah, putra paman dari ayah walaupun jarak keduanya jauh, suami, dan majikan yang telah memerdekakan.وَعَدَّ الْمُصَنِّفُ الْعَشْرَةَ بِقَوْلِهِ (الاِبْنُ وَابْنُ الْاِبْنِ وَإِنْ سَفُلَ وَالْأَبُّ وَالْجَدُّ وَإِنْ عَلَا وَالْأَخُ وَابْنُ الْلأَخِ وَإِنْ تَرَاخَى وَالْعَمُّ وَابْنُ الْعَمِّ وَإِنْ تَبَاعَدَا وَالزَّوْجُ وَالْمَوْلَى الْمُعْتِقُ)
Seandainya semua golongan laki-laki ini berkumpul, maka yang mendapatkan warisan dari mereka hanya tiga orang, yaitu ayah, anak laki-laki dan suami.وَلَوِ اجْتَمَعَ  كُلُّ الرِّجَالِ وَرَثَ مِنْهُمْ ثَلَاثَةٌ الْأَبُّ وَالْاِبْنُ وَالزَّوْجُ فَقَطْ
Mayat dalam kasus ini tidak lain adalah mayat perempuan.وَلَا يَكُوْنُ الْمَيِّتُ فِيْ هَذِهِ الصُّوْرَةِ إِلَّا امْرَأَةً.

Golongan Ahli Waris Perempuan

Golongan ahli waris dari pihak perempuan yang disepakati berhak mendapat warisan ada tujuh orang secara ringkas, dan sepuluh orang secara terperinci.(وَالْوَارِثَاتُ مِنَ النِّسَاءِ) الْمُجْمَعِ عَلَى إِرْثِهِنَّ (سَبْعٌ) بِالْاِخْتِصَارِ وَبِالْبَسْطِ عَشْرَةٌ
Mushannif menyebutkan ketujuh golongan tersebut di dalam perkataan beliau, “yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki walaupun hingga ke bawah, ibu, nenek walaupun hingga ke atas, saudara perempuan, istri, dan majikan perempuan yang memerdekan” hingga akhir penjelasan beliau.وَعَدَّ الْمُصَنِّفُ السَّبْعَ فِيْ قَوْلِهِ (الْبِنْتُ وَبِنْتُ الْاِبْنِ) وَإِنْ سَفُلَتْ (وَالْأُمُّ وَالْجَدَّةُ) وَإِنْ عَلَتْ (وَالْأُخْتُ وَالزَّوْجَةُ وَالْمَوْلَاةُ الْمُعْتِقَةُ) الخ
Seandainya seluruh golongan perempuan saja yang berkumpul, maka yang mendapat warisan dari mereka hanya lima orang, yaitu anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, istri dan saudara perempuan seibu sebapak.وَلَوِ اجْتَمَعَ كُلُّ النِّسَاءِ فَقَطْ وَرَثَ مِنْهُنَّ خَمْسٌ الْبِنْتُ وَبِنْتُ الْاِبْنِ وَالْأُمُّ وَالزَّوْجَةُ وَالْأُخْتُ الشَّقِيْقَةُ
Mayat dalam bentuk ini tidak lain kecuali berupa mayat laki-laki.وَلَا يَكُوْنُ الْمَيِّتُ فِيْ هَذِهِ الصُّوْرَةِ إِلَّا رَجُلًا

Orang Yang Pasti Mendapatkan Warisan

Golongan ahli waris yang tidak akan pernah gugur dalam berbagai keadaan ada lima orang, yaitu zaujain maksudnya suami dan istri, abawainmaksudnya ayah dan ibu, dan putra kandung, baik laki-laki atau perempuan.(وَمَنْ لَا يَسْقُطُ) مِنَ الْوَرَثَةِ (بِحَالٍ خَمْسَةٌ الزَّوْجَانِ) أَيِ الزَّوْجُ وَالزَّوْجَةُ (وَالْأَبَوَانِ) أَيِ الْأَبُّ وَالْأُمُّ (وَوَلَدُ الصُّلْبِ) ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى.

Yang Tidak Bisa Mewaris

Orang yang sama sekali tidak bisa mendapat warisan dalam berbagai keadaan ada tujuh, yaitu budak laki-laki dan perempuan.(وَمَنْ لَا يَرِثُ بِحَالٍ سَبْعَةٌ الْعَبْدُ) وَالْأَمَّةُ
Seandainya mushannif menggungkapkan dengan bahasa “raqiq”, niscaya akan lebih baik.وَلَوْ عَبَّرَ بِالرَّقِيْقِ لَكَانَ أَوْلَى
Selanjutnya budak mudabbar, ummul walad, dan budak mukatab.(وَالْمُدَبَّرُ وَأُمُّ الْوَلَدِ وَالْمُكَاتَبُ)
Adapun budak yang sebagiannya distatuskan merdeka, ketika meninggal dunia dan meninggalkan harta yang ia miliki dengan status merdeka pada sebagian dari dirinya, maka ia akan diwaris oleh kerabatnya yang merdeka, istrinya dan orang yang memerdekakan sebagian dirinya.وَأَمَّا الَّذِيْ بَعْضُهُ حُرٌّ إِذَا مَاتَ عَنْ مَالٍ مَلَكَهُ بِبَعْضِهِ الْحُرِّ وَرَثَهُ قَرِيْبُهُ الْحُرُّ وَزَوْجَتُهُ وَمُعْتِقُ بَعْضِهِ
Dan orang yang membunuh. Seorang pembunuh tidak bisa mewaris orang yang ia bunuh, baik pembunuhan yang ia lakukan mendapatkan denda ataupun tidak.(وَالْقَاتِلُ) لَا يَرِثُ مِمَنْ قَتَلَهُ سَوَاءٌ كَانَ قَتْلُهُ مَضْمُوْنًا أَمْ لَا
Dan orang murtad. Seperti orang murtad adalah orang kafir zindiq. Kafir zindiq adalah orang yang menyebunyikan kekafirannya dan memperlihatkan keislamannya.(وَالْمُرْتَدُ) وَمِثْلُهُ الْزِنْدِيْقُ وَهُوَ مَنْ يُخْفِيْ الْكُفْرَ وَيُظْهِرُ الْإِسْلَامَ
Dan penganut dua agama yang berbeda. Sehingga orang muslim tidak bisa mewaris orang kafir, dan juga tidak bisa sebaliknya.(وَأَهْلُ مِلَّتَيْنِ) فَلَا يَرِثُ مُسْلِمٌ مِنْ كَافِرٍ وَلَا عَكْسُهُ
Orang kafir bisa mendapat warisan dari orang kafir yang lain walaupun agama keduanya berbeda seperti orang yahudi dan orang nashrani.وَيَرِثُ الْكَافِرُ مِنَ الْكَافِرِ وَإِنِ اخْتَلَفَتْ مِلَّتُهُمَا كَيَهُوْدِي وَنَصْرَانِي
Orang kafir harbi tidak bisa mewaris orang kafir dzimmi, dan tidak juga sebaliknya.وَلَا يَرِثُ حَرْبِيٌّ مِنْ ذِمِيٍّ وَعَكْسُهُ
Orang murtad tidak bisa mewaris orang murtad yang lain, tidak dari orang muslim dan tidak dari orang kafir.وَالْمُرْتَدُّ لَا يَرِثُ مِنْ مُرْتَدٍّ وَلَا مِنْ مُسْلِمٍ وَلَا مِنْ كَافِرٍ.

Waris Ashabah

Dan golongan waris ashabah yang terdekat. Dalam sebagian redaksi menggunakan kalimat mufrad “al ashabah”.(وَأَقْرَبُ الْعَصَبَاتِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالْعَصَبَةُ
Yang dikehendaki dengan golongan waris ashabah adalah orang yang ketika dalam keadaan diashabahkan tidak memiliki bagian pasti, yaitu dari orang-orang yang disepakati berhak mendapat warisan dan telah dijelaskan di depan.وَأُرِيْدَ بِهَا مَنْ لَيْسَ لَهُ حَالَ تَعْصِيْبِهِ سَهْمٌ مُقَدَّرٌ مِنَ الْمُجْمَعِ عَلَى تَوْرِيْثِهِمْ وَسَبَقَ بَيَانُهُمْ
Yang dipertimbangkan adalah bagian ketika dalam keadaan ashabah agar memasukkan ayah dan kakek. Karena sesungguhnya masing-masing dari keduanya memiliki bagian pasti di selain keadaan ashabah.وَإِنَّمَا اعْتُبِرَ السَّهْمُ حَالَ التَّعْصِيْبِ لِيَدْخُلَ الْأَبُّ وَالْجَدُّ فَإِنَّ لِكُلٍّ مِنْهُمَا سَهْمًا مُقَدَّرًا فِيْ غَيْرِ التَّعْصِيْبِ
Kemudian mushannif menghitung / menampilkan urutan terdekat di dalam perkataan beliau, “yaitu anak laki-laki, lalu cucu laki-laki dari anak laki-laki, kemudian ayah, ayahnya ayah, saudara laki-laki kandung seayah dan seibu, saudara laki-laki seayah, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah seibu, kemudian anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah”, hingga akhir penjelasannya.ثُمَّ عَدَّ الْمُصَنِّفُ الْأَقْرَبِيَّةَ فِيْ قَوْلِهِ (الْاِبْنُ ثُمُّ ابْنُهُ ثُمَّ الْأَبُّ ثُمَّ أَبُوْهُ ثُمَّ الْأَخُّ لِلْأَبِّ وَلِلْأُمِّ ثُمَّ الْأَخُّ لِلْأَبِّ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِ لِلْأَبِّ وَلِأُمٍّ ثُمَّ ابْنُ الْأَخِّ لِلْأَبِّ) الخ
Perkataan mushannif, “kemudian paman dari ayah sesuai dengan urutan ini, lalu anak laki-lakinya” maksudnya, kemudian didahulukan paman dari ayah yang seayah seibu, lalu paman dari ayah yang seayah, anak-anak laki-lakinya paman dari ayah sesuai dengan urutan di atas, lalu didahulukan pamannya ayah dari jalurnya kakek yang seayah seibu dengan ayah, kemudian yang seayah, lalu anak-anak laki-laki keduanya sesuai dengan urutan di atas, kemudian didahulukan pamannya kakek dari jalur ayahnya kakek yang seayah seibu, lalu yang seayah dan begitu seterusnya.وَقَوْلُهُ. (ثُمَّ الْعَمُّ عَلَى هَذَا التَّرْتِيْبِ ثُمَّ ابْنُهُ) أَيْ فَيُقَدَّمُ الْعَمُّ لِلْأَبَوَيْنِ ثُمَّ لِلْأَبِّ ثُمَّ بَنُوْ الْعَمِّ كَذَلِكَ ثُمَّ يُقَدَّمُ عَمُّ الْأَبِّ مِنَ الْأَبَوَيْنِ ثُمَّ مِنَ الْأَبِّ ثُمَّ بَنُوْهُمَا كَذَلِكَ ثُمَّ يُقَدَّمُ عَمُّ الْجَدِّ مِنَ الْأَبَوَيْنِ ثُمَّ مِنَ الْأَبِّ وَهَكَذَا
Ketika golongan ahli waris ashabah dari jalur nasab tidak ada, sedangkan mayatnya adalah budak yang telah dimerdekakan, maka majikan yang telah memerdekakannya mendapat warisan dari dia dengan waris ashabah, baik majikan yang memerdekakan tersebut laki-laki atau perempuan.(فَإِذَا عُدِمَتِ الْعَصَبَاتُ) مِنَ النَّسَبِ وَالْمَيِّتُ عَتِيْقٌ (فَالْمَوْلَى الْمُعْتِقُ) يَرِثُهُ بِالْعُصُوْبَةِ ذَكَرًا كَانَ الْمُعْتِقُ أَوْ أُنْثَى
Jika tidak ditemukan ahliwaris ashabah si mayat dari jalur nasab dan sebab wala’, maka harta tinggalan si mayit menjadi milik baitul mal.فَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ لِلْمَيِّتِ عَصَبَةٌ بِالنَّسَبِ وَلَا عَصَبَةٌ بِالْوَلَاءِ فَمَالُهُ لِبَيْتِ الْمَالِ.

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

WADI’AH / BARANG TITIPAN (Hukum Wadi’ah, Konsekwensi Titipan)

 BAB WADI’AH (BARANG TITIPAN)

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum wadi’ah.(فَصْلٌ فِيْ أَحْكَامِ الْوَدِيْعَةِ
Lafadz “wadi’ah” yang mengikut pada wazan “fa’ilatun” diambil dari fi’il madli “wadda’a” (orang meninggalkan) ketika ia meninggalkannya.هِيَ فَعِيْلَةٌ مِنْ وَدَّعَ إِذَا تَرَكَ
Secara bahasa, wadi’ah diungkapkan pada sesuatu yang dititipkan pada selain pemiliknya untuk dijaga.وَتُطْلَقُ لُغَةً عَلَى الشَّيْئِ الْمَوْدُوْعِ عِنْدَ غَيْرِ صَاحِبِهِ لِلْحِفْظِ
Dan secara syara’ diungkapkan pada akad yang menetapkan penjagaan.وَتُطْلَقُ شَرْعًا عَلَى الْعَقْدِ الْمُقْتَضِيْ لِلْاِسْتِحْفَاظِ

Hukum Wadi’ah

Wadi’ah adalah amanah yang berada di tangan wadi’ (orang yang dititipi).(وَالْوَدِيْعَةُ أَمَانَةٌ) فِيْ يَدِّ الْوَدِيْعِ
Disunnahkan untuk menerima titipan bagi orang yang mampu melaksanakan amanah pada titipan tersebut, jika memang di sana masih ada orang yang lain.(وَيُسْتَحَبُّ قَبُوْلُهُا لِمَنْ قَامَ بِالْأَمَانَةِ فِيْهَا) إِنْ كَانَ ثَمَّ غَيْرُهُ
Jika tidak ada, maka wajib untuk menerimanya sebagaimana yang dimutlakkan oleh segolongan ulama’.وَإِلَّا وَجَبَ قَبُوْلُهَا كَمَا أَطْلَقَهُ جَمْعٌ
Imam an Nawawi berkata di dalam kitab ar Raudlah dan kitab asalnya,“hukum ini diarahkan untuk penerimaannya saja bukan masalah menggunakan kemanfaatan dan tempat penjagaannya secara gratis.”قَالَ فِيْ الرَّوْضَةِ كَأَصْلِهَا وَهَذَا مَحْمُوْلٌ عَلَى أَصْلِ الْقَبُوْلِ دُوْنَ إِتْلَافِ مَنْفَعَتِهِ وَحِرْزِهِ مَجَانًا

Konsekwensi Titipan

Wadi’ tidak wajib mengganti barang titipan kecuali ia berbuat ceroboh pada barang titipan tersebut.(وَلَا يَضْمَنُ) الْوَدِيْعُ الْوَدِيْعَةَ (إِلَّا بِالتَّعَدِّيْ) فِيْهَا
Bentuk-bentuk kecerobohan itu banyak dan disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang penjelasannya.وَصُوَرُ التَّعَدِّيْ كَثِيْرَةٌ مَذْكُوْرَةٌ فِيْ الْمُطَوَّلَاتِ
Di antaranya adalah ia menitipkan barang titipan tersebut pada orang lain tanpa seizin pemilik dan tidak ada udzur padanya.مِنْهَا أَنْ يُوْدِعَ الْوَدِيْعَةَ عِنْدَ غَيْرِهِ بِلَا إِذْنٍ مِنَ الْمَالِكِ وَلَا عُذْرَ مِنَ الْوَدِيْعِ
Di antaranya adalah ia memindah barang titipan dari satu perkampungan atau satu rumah ke tempat lain yang ukuran keamaannya di bawah tempat yang pertama.وَمِنْهَا أَنْ يَنْقُلَهَا مِنْ مَحِلَّةٍ أَوْ دَارٍ إِلَى أُخْرَى دُوْنَهَا فِي الْحِرْزِ.
Ucapan al muda’ (orang yang dititipi), dengan membaca fathah pada huruf dalnya, diterima dalam hal mengembalikannya padaal mudi’ (orang yang menitipkan), dengan dibaca kasrah huruf dalnya.(وَقَوْلُ الْمُوْدَعِ) بِفَتْحِ الدَّالِ (مَقْبُوْلٌ فِيْ رَدِّهَا عَلَى الْمُوْدِعِ) بِكَسْرِ الدَّالِ
Bagi wadi’ harus menjaga barang titipan di tempat penjagaan barang sesamanya.(وَعَلَيْهِ) أَيِ الْوَدِيْعِ (أَنْ يَحْفَظَهَا فِيْ حِرْزِ مِثْلِهَا)
Jika tidak dilakukan, maka ia memiliki beban menggantinya.فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ ضَمِنَ
Ketika wadi’ diminta untuk mengembalikan barang titipan, namun ia tidak memberikannya padahal mampu ia lakukan, hingga barang tersebut rusak, maka ia wajib menggantinya.(وَإِذَا طُوْلِبَ) الْوَدِيْعُ (بِهَا) أَيْ بِالْوَدِيْعَةِ (فَلَمْ يُخْرِجْهَا مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَيْهَا حَتَّى تَلِفَتْ ضَمِنَ)
Sehingga, jika ia menundah untuk mengembalikan sebab ada udzur, maka ia tidak wajib menggantinya.فَإِنْ أَخَّرَ إِخْرَاجَهَا بِعُذْرٍ لَمْ يَضْمَنْ.

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

ANAK TERLANTAR / LAQITH (Mengambil Anak Temuan)

 BAB ANAK TERLANTAR

(Fasal) menjelasakan hukum-hukum laqith.(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ اللَّقِيْطِ
Laqith adalah anak kecil yang terlantar dan tidak ada yang mengurusnya baik ayah, kakek, atau orang-orang yang menggantikan keduanya.وَهُوَ صَبِيٌّ مَنْبُوْذٌ لَا كَافِلَ لَهُ مِنْ أَبٍّ أَوْ جَدٍّ أَوْ مَنْ يَقُوْمُ مَقَامَهُمَا
Disamakan dengan anak kecil, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian ulama’, adalah orang gila yang sudah baligh.وَيُلْحَقُ بِالصَّبِيِّ كَمَا قَالَ بَعْضُهُمُ الْمَجْنُوْنُ الْبَالِغُ

Hukum Mengambil Laqith

Ketika ada seorang laqith, dengan makna malquth(anak yang ditemukan), ditemukan di pinggir jalan, maka mengambilnya dari sana, merawat dan menanggungnya hukumnya adalah wajib kifayah.(وَإَذَا وُجِدَ لَقِيْطٌ) بِمَعْنَى مَلْقُوْطٍ (بِقَارِعَةِ الطَّرِيْقِ فَأَخْذُهُ) مِنْهَا (وَتَرْتِيْبُهُ وَكَفَالَتُهُ وَاجِبَةٌ عَلَى الْكِفَايَةِ)
Ketika ia sudah diambil oleh sebagian orang yang berhak untuk merawatlaqith, maka tuntutan dosa menjadi gugur dari yang lainnya.فَإِذَا الْتَقَطَهُ بَعْضٌ مِمَنْ هُوَ أَهْلٌ لِحَضَانَةِ اللَّقِيْطِ سَقَطَ الْإِثْمُ عَنِ الْبَاقِيْ
Sehingga, jika tidak ada seorangpun yang mau mengambilnya, maka semuanya berdosa.فَإِنْ لَمْ يَلْتَقِطْهُ أَحَدٌ أَثِمَ الْجَمِيْعُ
Seandainya yang mengetahuinya hanya satu orang, maka tuntutan hanya tertentu pada orang tersebut (fardlu ‘ain).وَلَوْ عَلِمَ بِهِ وَاحِدٌ فَقَدْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ
Menurut pendapat al ashah, wajib mengangkat saksi atas temuan anak terlantar.وَيَجِبُ فِيْ الْأَصَحِّ الْإِشْهَادُ عَلَى الْتِقَاطِهِ

Syarat Orang yang Mengambil Laqith

Mushannif memberi isyarah terhadap syarat-syarat penemu anak terlantar dengan perkataan beliau -di bawah ini-.وَأَشَارَ الْمُصَنِّفُ لِشَرْطِ الْمُلْتَقِطِ بِقَوْلِهِ.
Seorang laqith tidak diserahkan kecuali pada orang yang dapat dipercaya, merdeka, islam dan rasyid.(وَلَا يُقَرُّ) اللَّقِيْطُ (إِلاَّ فِيْ يَدِّ أَمِيْنٍ) حُرٍّ مُسْلِمٍ رَشِيْدٍ
Jika ditemukan harta besertaan dengan anak tersebut, maka seorang hakim menafkahinya dari harta itu. Bagi si penemu tidak diperkenankan menafkahi anak tersebut dari harta itu kecuali dengan izin hakim.(فَإِنْ وُجِدَ مَعَهُ) أَيِ اللَّقِيْطِ (مَالٌ أَنْفَقَ عَلَيْهِ الْحَاكِمُ مِنْهُ) وَلَا يُنْفِقُ الْمُلْتَقِطُ عَلَيْهِ مِنْهُ إِلَّا بِإِذْنِ الْحَاكِمِ
Jika tidak ditemukan harta besertaan dengan anak tersebut, maka nafkahnya diambilkan di baitulmal, jika memang ia tidak memiliki hak pada harta yang umum seperti harta wakaf untuk anak-anak terlantar.(وَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ مَعَهُ) أَيِ اللَّقِيْطِ (مَالٌ فَنَفَقَتُهُ) كَائِنَةٌ (فِيْ بَيْتِ الْمَالِ) إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَالٌ عَامٌ كَالْوَقْفِ عَلَى اللُّقَطَاءِ

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

LUQATHAH / BARANG TEMUAN (Pengumuman, Masa Mengumumkan, Memiliki Luqathah, Pembagian Barang Temuan, Konsekwensi Menemukan Luqathah)

 BAB LUQATHAH (BARANG TEMUAN)

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum luqathah.(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ اللُّقَطَةِ
Luqathah, dengan dibaca fathah huruf qafnya, adalah nama sesuatu yang ditemukan.وَهِيَ بِفَتْحِ الْقَافِ اسْمٌ لِلشَّيْئِ الْمُلْتَقَطِ
Makna luqathah secara syara’ adalah harta yang tersia-sia dari pemiliknya sebab jatuh, lupa dan sesamanya.وَمَعْنَاهَا شَرْعًا مَالٌ ضَاعَ مِنْ مَالِكِهِ بِسُقُوْطٍ أَوْ غَفْلَةٍ وَنَحْوِهِمَا
Ketika ada seseorang baik baligh atau belum, muslim atau bukan, fasiq ataupun tidak, menemukan barang temuan di bumi mawat ataupun di jalan, maka bagi dia diperkenankan mengambil atau membiarkannya.(وَإِذَا وَجَدَ) شَخْصٌ بِالِغًا أَوْ لَا مُسْلِمًا كَانَ أَوْ لَا فَاسِقًا كَانَ أَوْ لَا (لُقَطَةً فِيْ مَوَاتٍ أَوْ طَرِيْقٍ فَلَهُ أَخْذُهَا وَتَرْكُهَا
Akan tetapi mengambilnya lebih utama daripada membiarkannya, jika orang yang mengambilnya percaya bahwa dia bisa menjaganya.وَ) لَكِنْ (أَخْذُهَا أَوْلَى مِنْ تَرْكِهَا إِنْ كَانَ) الْآخِذُ لَهَا (عَلَى ثِقَّةٍ مِنَ الْقِيَامِ بِهَا)
Seandainya ia membiarkannya tanpa mengambil / memegangnya sama sekali, maka ia tidak memiliki tanggungan apa-apa.فَلَوْ تَرَكَهَا مِنْ غَيْرِ أَخْذٍ لَمْ يَضْمَنْهَا
Tidak wajib mengangkat saksi atas barang temuan baik karena untuk dimiliki ataupun hanya untuk dijaga.وَلَا يَجِبُ الْإِشْهَادُ عَلَى الْتِقَاطِهَا لِتَمَلُّكٍ أَوْ حِفْظٍ

Orang Yang Menemukan Fasiq

Bagi seorang qadli harus mengambil barang temuan dari orang yang fasiq dan menyerahkannya pada orang yang adil.وَيَنْزَعُ الْقَاضِي اللُّقَطَةَ مِنَ الْفَاسِقِ  وَيَضَعُهَا عِنْدَ عَدْلٍ
Pengumuman orang fasiq atas barang temuan tidak bisa dibuat pegangan, bahkan qadli harus menyertakan seorang pengawas yang adil pada orang fasiq tersebut agar bisa mencegahnya dari berhianat pada barang temuan tersebut.وَلَا يَعْتَمِدُ تَعْرِيْفَ الْفَاسِقِ اللُّقَطَةَ بَلْ يَضُمُّ الْقَاضِيْ إِلَيْهِ رَقِيْبًا عَدْلًا يَمْنَعُهُ مِنَ الْخِيَانَةِ فِيْهَا

Anak Kecil yang Menemukan Luqathah

Seorang wali harus mengambil barang temuan dari tangan anak kecil dan mengumumkannya.وَيَنْزِعُ الْوَلِيُّ اللُّقَطَةَ مِنْ يَدِّ الصَّبِيِّ وَيُعَرِّفُهَا
Kemudian setelah mengumumkan, wali berhak mengambil kepemilikan barang temuan tersebut untuk si anak kecil, jika ia melihat ada maslahah dalam mengambil kepemilikan barang temuan tersebut untuk si anak kecil.ثُمَّ بَعْدَ التَّعْرِيْفِ يَتَمَلَّكُ اللُّقَطَةَ لِلصَّبِيِّ إِنْ رَأَى الْمَصْلَحَةَ فِيْ تَمَلُّكِهَا لَهُ

Konsekwensi Menemukan Luqathah

Ketika seseorang mengambil barang temuan, maka wajib bagi dia untuk mengetahui enam perkara pada barang temuan tersebut setelah mengambilnya.(وَإِذَا أَخَذَهَا) أَيِ اللُّقَطَةَ (وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَعْرِفَ) فِيْ اللُّقَطَةِ عَقِبَ أَخْذِهَا (سِتَّةَ أَشْيَاءَ
Yaitu wadahnya, apakah dari kulit atau kain semisal.وِعَاءَهَا) مِنْ جِلْدٍ أَوْ خِرْقَةٍ مَثَلًا
‘ifash-nya, yaitu yang bermakna wadah.(وَعِفَاصَهَا) هُوَ بِمَعْنَى الْوِعَاءِ
Dan talinya. Lafadz “wika’” dengan dibaca panjang. Wika’ adalah tali yang digunakan untuk mengikat barang temuan tersebut.(وَوِكَاءَهَا) بِالْمَدِّ وَهُوَ الْخَيْطُ الَّذِيْ تُرْبَطُ بِهِ
Dan jenisnya, dari emas atau perak. Jumlahnya dan timbangannya.(وَجِنْسَهَا) مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ (وَعَدَدَهَا وَوَزْنَهَا)
Lafadz “ya’rifa”, dengan dibaca fathah huruf awalnya dan dibaca sukun huruf yang kedua, itu diambil dari masdar “ma’rifah (mengetahui)” bukan dari masdar “ta’rif (Mengumumkan)”.وَيَعْرِفَ بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَسُكُوْنِ ثَانِيْهِ مِنَ الْمَعْرِفَةِ لَا مِنَ التَّعْرِيْفِ
Dan wajib untuk menjaganya ditempat penyimpan barang sesamanya.(وَ) أَنْ يَحْفَظَهَا) حَتْمًا (فِيْ حِرْزِ مِثْلِهَا)

Ketika Ingin Memiliki Luqathah

Kemudian setelah apa yang telah dijelaskan tersebut, ketika penemu ingin memiliki barang tersebut, maka wajib baginya mengumumkan selama setahun di pintu-pintu masjid saat orang-orang keluar habis sholat berjama’ah. Lafadz “’arrafa” dengan ditasydid huruf ra’nya, diambil dari masdar “ta’rif (mengumumkan)” tidak dari masdar “ma’rifah (mengetahui)”.ثُمَّ بَعْدَ مَا ذُكِرَ(إِذَا أَرَادَ) الْمُلْتَقِطُ (تَمَلُّكَهَا عَرَّفَهَا) بِتَشْدِيْدِ الرَّاءِ مِنَ التَّعْرِيْفِ لَا مِنَ الْمَعْرِفَةِ (سَنَةً عَلَى أَبْوَابِ الْمَسَاجِدِ) عِنْدَ خُرُوْجِ النَّاسِ مِنَ الْجَمَاعَةِ
Dan di tempat ia menemukan barang tersebut.(وَفِيْ الْمَوْضِعِ الَّذِيْ وَجَدَهَا فِيْهِ)
Di pasar-pasar dan sesamanya yaitu tempat-tempat berkumpulnya manusia.وَفِيْ الْأَسْوَاقِ وَنَحْوِهَا مِنْ مَجَامِعِ النَّاسِ

Masa Mengumumkan

Mengumumkan itu disesuaikan dengan kebiasaan, waktu dan tempatnya.وَيَكُوْنُ التَّعْرِيْفُ عَلَى الْعَادَةِ زَمَانًا وَمَكَانًا
Permulaan setahun dihitung sejak waktu mengumumkan, bukan dari waktu menemukan barang tersebut.وَابْتِدَاءُ السَّنَةِ يُحْسَبُ مِنْ وَقْتِ التَّعْرِيْفِ لَا مِنْ وَقْتِ الْاِلْتِقَاطِ
Tidak wajib mengumumkan selama setahun secara penuh.وَلَا يَجِبُ اسْتِيْعَابُ السَّنَةِ بِالتَّعْرِيْفِ
Akan tetapi pertama mengumumkan setiap hari dua kali, pagi dan sore tidak malam hari dan tidak pada waktu qailulah(istirahat siang).بَلْ يُعَرِّفُ أَوَّلًا كُلَّ يَوْمٍ مَرَّتَيْنِ طَرَفَيِ النَّهَارِ لَا لَيْلًا وَلَا وَقْتَ الْقَيْلُوْلَةِ
Setelah itu kemudian mengumumkan setiap minggu satu atau dua kali.ثُمَّ يُعَرِّفُ بَعْدَ ذَلِكَ كُلَّ أُسْبُوْعٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ

Praktek Pengumuman

Saat mengumumkan barang temuan, si penemu hanya boleh menyebutkan sebagian dari ciri-ciri barang temuannya.وَيَذْكُرُ الْمُلْتَقِطُ فِيْ تَعْرِيْفِ اللُّقَطَةِ بَعْضَ أَوْصَافِهَا
Sehingga, jika ia terlalu banyak menyebutkan ciri-cirinya, maka ia terkena beban untuk menggantinya (dlaman).فَإِنْ بَالَغَ فِيْهَا ضَمِنَ
Bagi si penemu tidak wajib mengeluarkan biaya pengumuman jika ia mengambil barang temuan tersebut dengan tujuan menjaganya karena pemiliknya.وَلَا يَلْزَمُهُ مُؤْنَةُ التَّعْرِيْفِ إِنْ أَخَذَ اللُّقَطَةَ لِيَحْفِظَهَا عَلَى مَالِكِهَا
Bahkan bagi qadli mengambilkan biayanya dari baitulmal atau si penemu hutang biaya tersebut atas nama si pemilik barang.بَلْ يُرَتِّبُهَا الْقَاضِيْ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ أَوْ يَقْتَرِضُهَا عَلَى الْمَالِكِ
Jika ia mengambil barang temuan tersebut untuk dimiliki, maka wajib baginya mengumumkan dan wajib mengeluarkan biaya pengumumannya.Baik setelah itu ia memang memilikinya ataupun tidak.وَإِنْ أَخَذَ اللُّقَطَةَ لِيَتَمَلَّكَهَا وَجَبَ عَلَيْهِ تَعْرِيْفُهَا وَلَزِمَهُ مُؤْنَةُ تَعْرِيْفِهَا سَوَاءٌ تَمَلَّكَهَا بَعْدَ ذَلِكَ أَمْ لَا
Barang siapa menemukan barang yang remeh, maka ia tidak wajib mengumumkan selama setahun, bahkan cukup mengumumkan dalam selang waktu yang ia sangka bahwa pemiliknya sudah tidak memperdulikan barang tersebut setelah waktu itu.وَمَنِ الْتَقَطَ شَيْئًا حَقِيْرًا لَا يُعَرِّفُهُ سَنَةً بَلْ يُعَرِّفُهُ زَمَنًا يَظُنُّ أَنَّ فَاقِدَهُ يُعْرِضُ عَنْهُ بَعْدَ ذِلِكَ الزَّمَنِ
Kemudian, jika ia tidak menemukan pemiliknya setelah mengumumkannya selama setahun, maka baginya diperkenankan untuk memiliki barang temuan tersebut dengan syarat akan menggantinya -saat pemiliknya sudah ditemukan-.(فَإِنْ لَمْ يَجِدْ صَاحِبَهَا) بَعْدَ تَعْرِيْفِهَا سَنَةً (كَانَ لَهُ أَنْ يَتَمَلَّكَهَا بِشَرْطِ الضَّمَانِ) لَهَا
Si penemu tidak bisa langsung memiliki barang temuan tersebut hanya dengan lewatnya masa setahun, bahkan harus ada kata-kata yang menunjukkan pengambilan kepemilikan seperti, “saya mengambil kepemilikan barang temuan ini.”وَلَا يَمْلِكُهَا الْمُلْتَقِطُ بِمُجَرَّدِ مُضِيِّ السَّنَةِ بَلْ لَا بُدَّ مِنْ لَفْظٍ يَدُلُّ عَلَى التَّمَلُّكِ كَتَمَلَّكْتُ هَذِهِ اللُّقَطَةَ

Jika Pemiliknya Datang

Jika ia sudah mengambil kepemilikan barang temuan tersebut dan ternyata pemiliknya datang saat barang tersebut masih tetap seperti semula dan keduanya sepakat untuk mengembalikan barang itu atau sepakat mengembalikan gantinya, maka urusannya sudah jelas.فَإِنْ تَمَلَّكَهَا وَظَهَرَ مَالِكُهَا وَهِيَ بَاقِيَةٌ وَاتَّفَقَا عَلَى رَدِّ عَيْنِهَا أَوْ بَدَلِهَا فَالْأَمْرُ فِيْهِ وَاضِحٌ
Jika keduanya berbeda pendapat, si pemilik menginginkan barang tersebut dan si penemu ingin pindah pada gantinya, maka yang dikabulkan adalah sang pemilik menurut pendapat al ashah.وَإِنْ تَنَازَعَا فَطَلَبَهَا الْمَالِكُ وَأَرَادَ الْمُلْتَقِطُ الْعُدُوْلَ إِلَى بَدَلِهَا أُجِيْبَ الْمَالِكُ فِيْ الْأَصَحِّ
Jika barang temuan tersebut rusak setelah diambil kepemilikan oleh si penemu, maka ia wajib mengganti barang sesamanya jika memang barang temuan tersebut berupa barang mitsl.وَإِنْ تَلِفَتِ اللُّقَطَةُ بَعْدَ تَمَلُّكِهَا غَرَمَ الْمُلْتَقِطُ مِثْلَهَا إِنْ كَانَتْ مِثْلِيَّةً
Atau mengganti harganya jika barang tersebut berupa barang yang memiliki harga, dengan ukuran harga saat mengambil kepemilikan.أَوْ قِيْمَتَهَا إِنْ كَانَتْ مُتَقَوَّمَةً يَوْمَ التَّمَلُّكِ لَهَا
Jika barang temuan tersebut menjadi kurang sebab cacat, maka bagi si pemilik diperkenankan mengambilnya beserta ganti rugi dari kekurangan tersebut menurut pendapat alashah.وَإِنْ نَقَصَتْ بِعَيْبٍ فَلَهُ أَخْذُهَا مَعَ الْأُرْشِ فِيْ الْأَصَحِّ

Pembagian Barang Temuan

Barang temuan, dalam sebagian redaksi menggunakan “jumlah barang temuan”, terbagi menjadi empat macam.(وَاللُّقَطَةُ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَجُمْلَةُ اللُّقَطَةِ (عَلَى أَرْبَعَةِ أَضْرُبٍ)
Salah satunya barang yang utuh dalam jangka waktu lama seperti emas dan perak.أَحَدُهَا (مَا يَبْقَى عَلَى الدَّوَامِ) كَذَهَبٍ وَفِضَّةٍ
Maka hal ini, maksudnya keterangan yang sudah lewat yaitu mengumumkan selama setahun dan mengambil kepemilikkan setelah melewati setahun, adalah hukumnya, maksudnya hukum barang yang utuh dalam jangka waktu lama.(فَهَذَا) أَيْ مَا سَبَقَ مِنْ تَعْرِيْفِهَا سَنَةً وَتَمَلُّكِهَا بَعْدَ السَّنَةِ (حُكْمُهُ) أَيْ حُكْمُ مَا يَبْقَى عَلَى الدَّوَامِ
Macam kedua adalah barang temuan yang tidak tahan lama seperti makanan basah.(وَ) الضَّرْبُ (الثَّانِيْ مَا لَا يَبْقَى) عَلَى الدَّوَامِ (كَالطَّعَامِ الرَّطْبِ
Maka penemu barang tersebut diperkenankan memilih antara dua hal.فَهُوَ) أَيِ الْمُلْتَقِطُ لَهُ (مُخَيَّرٌ بَيْنَ) خَصْلَتَيْنِ
Memakan dan menggantinya, maksudnya mengganti harganya. Atau menjualnya dan menjaga hasil penjualannya hingga jelas siapa pemiliknya.(أَكْلِهِ وَغَرْمِهِ) أَيْ غَرْمِ قِيْمَتِهِ (أَوْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ) إِلَى ظُهُوْرِ مَالِكِهِ
Yang ketiga adalah barang yang tahan lama dengan cara diproses seperti kurma basah dan anggur basah.(وَالثَّالِثُ مَا يَبْقَى بِعِلَاجٍ) فِيْهِ (كَالرُّطَبِ) وَالْعِنَبِ
Maka si penemu melakukan hal yang maslahah, yaitu menjual dan menjaga hasil penjualannya, atau mengeringkan dan menjaganya hingga jelas siapa pemiliknya.(فَيَفْعَلُ مَا فِيْهِ الْمَصْلَحَةُ مِنْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنِهِ أَوْ تَخْفِيْفِهِ وَحِفْظِهِ) إِلَى ظُهُوْرِ مَالِكِهِ
Yang ke empat adalah barang temuan yang butuh nafkah seperti binatang. Dan bagian ini ada dua macam,(وَ الرَّابِعُ مَا يَحْتَاجُ إِلَى نَفَقَةٍ كَالْحَيَوَانِ وَهُوَ ضَرْبَانِ)
Salah satunya adalah binatang yang tidak bisa menjaga diri dari binatang pemburu yang kecil, seperti kambing dan anak sapi.أَحَدُهُمَا (حَيَوَانٌ لَا يَمْتَنِعُ بِنَفْسِهِ) مِنْ صِغَارِ السِّبَاعِ كَغَنَمٍ وَعَجْلٍ
Maka bagi penemunya diperkenankan memilih diantara tiga perkara, memakan dan mengganti harganya, membiarkan tidak memakannya dan dan bersedekah dengan memberi nafkah padanya, atau menjual dan menjaga hasil penjualannya hingga jelas siapa pemiliknya.(فَهُوَ) أَيْ مُلْتَقِطُهُ (مُخَيَّرٌ) فِيْهِ (بَيْنَ) ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ (أَكْلِهِ وَغَرْمِ ثَمَنِهِ أَوْ تَرْكِهِ) بِلَا أَكْلٍ. (وَالتَّطَوُّعِ بِالْإِنْفَاقِ عَلَيْهِ أَوْ بَيْعِهِ وَحِفْظِ ثَمَنَهِ) إِلَى ظُهُوْرِ مَالِكِهِ
Yang kedua adalah binatang yang bisa menjaga diri dari binatang-binatang pemburu yang kecil seperti onta dan kuda.(وَ) الثَّانِيْ (حَيَوَانٌ يَمْتَنِعُ بِنَفْسِهِ) مِنْ صِغَارِ السِّبَاعِ كَبَعِيْرٍ وَفَرَسٍ
Maka, jika si penemu menemukannya di alam bebas, maka harus membiarkannya, dan haram mengambilnya untuk dimiliki.(فَإِنْ وَجَدَهُ) الْمُلْتَقِطُ (فِيْ الصَّحْرَاءِ تَرَكَهُ) وَحَرُمَ اِلْتِقَاطُهُ لِلتَّمَلُّكِ
Sehingga, seandainya ia mengambilnya untuk dimiliki, maka ia memiliki beban untuk menggantinya (dlamman).فَلَوْ أَخَذَهُ لِلتَّمَلُّكِ ضَمِنَهُ
Jika si penemu menemukannya di pemukiman, maka ia diperkenankan memiliki di antara tiga hal pada binatang tersebut.(وَإِنْ وَجَدَهُ) الْمُلْتَقِطُ (فِيْ الْحَضَرِ فَهُوَ مُخَيَّرٌ بَيْنَ الْأَشْيَاءِ الثَّلَاثَةِ فِيْهِ)
Yang dikehendaki adalah tiga hal yang telah dijelaskan dalam permasalahan binatang yang tidak bisa menjaga diri.وَالْمُرَادُ الثَّلَاثَةُ السَّابِقَةُ فِيْمَا لَا يَمْتَنِعُ

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)